Selasa, 28 Agustus 2012

Different [Part-3]



                          Different [Part-3]



Title : Different
Cast :
Seohyun – Seo JooHyun
Kyuhyun – Cho Kyuhyun
Lee SunKyu – Lee Sunny
Type  : Series
Rating : 13+
Summary : Seohyun tiba-tiba mendapatkan kekuatan psikis yang hebat. Apakah dia bisa mengendalikannya dengan baik? Apakah kekuatannya ini bisa membawa keburuntungan atau kesialan?
Disclaimer : Cast milik Tuhan, ayah-ibu mereka, dan juga SM. dan jalan cerita ini, semua punya otakku. karena otakku yang bekerja untuk membuat ff ini.
Ini baru part awal-awal, jadi belum bisa menemukan SeoKyu moment yang ‘wow’ . Jadi harap bersabar akan hal itu.
So, Let’s Read ! Berikan comment kalian yah, biar aku bisa memperbaiki ff ini jika ff ini banyak kesalahan atau gimana.

Aku sedikit berlari kecil saat gerbang sekolah mulai terlihat dari penglihatanku. Aku ingin segera keluar dari sini, aku seperti dalam dunia lain saat beberapa puluh menit yang lalu. Hawa panas dan tak tentram menyelimuti diriku. Membuatku tak ingin berlama-lama tinggal disini. Rasa takut yang menjalar tubuhku tak bisa kutahan. Kepalaku yang tiba-tiba sakit tadi, membuatku benar-benar ingin keluar dari tempat mengerikan itu—sekolahku.
Aku buru-buru untuk berjalan ke halte bis. Ingin secepatnya pulang ke rumah.
Ku peluk lagi diriku yang tiba-tiba menggigil. Tubuhku sedang tak stabil. Aku berharap bis ataupun taksi cepat datang dan membawaku kerumah. Tapi… sedari tadi, salah satu diantara dua kendaraan itu tak ada yang muncul.
Aku semakin tak karuan, tubuhku terasa akan jatuh.
Sakit kepala yang tadi hilang, sekarang datang lagi dan jauh lebih menyakitkan. Seperti ada sebuah batu besar yang menimpa kepalaku. Tanganku yang gemetar tak kunjung berhenti, dan lama-lama semakin menjadi-jadi. Kakiku tak kuat lagi menahan tubuhku. Hampir saja aku terjatuh, kalau aku tak bisa mengendalikan atas tubuhku.
Ku lihat sosok hitam datang menghampiriku, jalannya pelan tetapi tiba-tiba dia sudah berada didekatku. Lengannya mengayun ke depan seakan-akan ingin mengambilku. Tudung hitam itu mengahalangiku untuk melihat wajah sosok itu. Kukunya yang tajam menjulang tajam didepan mataku. Perlahan demi perlahan sosok itu semakin dekat ke arahku, dan aku tak bisa berkutik sama sekali. Sosok itu seakan mengunciku untuk tidak menghindarinya. Aku akan mati ……..

Aku terbangun dari mimpiku.
Keringat menguncur dari dahi, tangan dan leherku. Aku bangun, menyenderkan badanku pada punggung tempat tidur. Mengatur nafasku dengan baik.
Mimpi buruk… tak biasanya aku mendapatkan mimpi buruk seperti ini. Keringat yang mengucur ke seluruh tubuh, seakan-akan aku benar-benar mengalami hal tersebut, padahal aku ditempat tidur dan mengatupkan mataku. Pendingin di kamar juga bekerja dengan baik, tapi keringat-keringat ini seakan tak mau berhenti keluar dari pori-pori kulitku.
Apakah ada hubungannya dengan kesakitanku tadi? Kesakitan saat aku ingin membaca pikirannya.
Kesakitan yang luar biasa dahsyat dan membuatku hampir pingsan ditempat. Kalau saja aku tak bisa menahan sakit ini , mungkin sekarang aku akan disekolah yang gelap itu.
Aku mengingat kejadian tadi sore. Kejadian dimana, aku dan dia berbicara dengan sangat formal dan sangat singkat. Pembicaraan yang penuh misteri akan sosok Kyuhyun. Bukannya mendapatkan jawaban dari pembincangan ini, malah semakin menjadi –jadi, dia benar-benar membuatku semakin penasaran.
Mengingat kembali, wajahnya yang begitu datar tapi menyakitkan. Bibir yang tak pernah tersenyum. Suara yang angkuh-pelan-tertahan. Matanya yang hitam lekat tadi… seperti berubah menjadi emas saat sinar matahari terbenam masuk melalui jendela kaca kelasku. Apakah mata itu benar-benar berubah? Atau penglihatanku saja yang tak beres.
Aku hanya berbicara dan bertanya padanya, “siapa kau sebenarnya?” disamping pertanyaan itu, aku juga berusaha untuk membaca pikirannya. Tapi yang ku dapat adalah kesakitan yang luar biasa menjalar kepalaku. Sakit yang …entahlah.
Dan dia, hanya menatapku datar tapi begitu membunuh. Matanya yang datar dan terlihat emas itu menatapku. Hanya melihatku tanpa berbicara sedikitpun. Saat dia ingin melepaskan tanganku, dia bilang “manusia”. Lalu, dia pergi meninggalkanku yang sedang sakit-sakitnya.
Dia begitu kejam
Akh, entahlah dia begitu penuh misteri.
Akh, ku teringat sesuatu. Buku itu!
Aku bangun dari tempat tidur, berjalan menuju tas sekolahku yang tergeletak diatas meja belajarku. Tanganku merogoh isi dalam tas, mencari buku yang baru aku beli beberapa hari yang lalu. Buku tentang Psikopat. Beberapa detik , buku itu sudah berada ditanganku. Aku kembali pada tempat tidurku—duduk disisi tempat tidur.
Aku mulai membuka halaman yang terakhir kali ku baca. Halaman yang menjelaskan tentang sifat-sifat psikopat yang sering dijumpai. Caranya berbicara, caranya memandang dan caranya berjalan. Semuanya berada didalam buku ini.
Pembuat buku ini sangat menajubkan. Sangat pintar menjelaskan bagaimana itu psikopat, tahu bagaimana caranya menghindari orang –orang yang sudah menjurus mempunyai sifat-sifat psikopat. Buku ini sangat seru.
Aku kembali membuka halaman berikutnya.
Halaman bergambar. Gambarnya sangat menakutkan, seorang pria dengan jubahnya sedang membawa pisau dan seorang perempuan yang diikat diatas tiang. Perempuan itu sedang disandera oleh psikopat itu. Sebuah gambaran darah terlihat mengalir dari kaki sang perempuan dan juga darah yang berada dipisau psikopat itu.
Gambarnya membuatku mual. Tak ingin membayangkannya. Bagaimana jika aku yang menggantikan perempuan itu? Hah, entahlah, mungkin aku akan pasrah dengan keadaan dan membiarkan psikopat itu membunuhku. Alasannya, karena aku tak mempunyai kekuatan untuk melawan. Percuma lari, toh, akan dikejar. Malah…. Mungkin akan dibunuh lebih kejam lagi jika aku kabur.
Aku kembali membuka halaman berikutnya, tak ingin lama-lama melihat ilustrasi gambar itu lagi.
Materinya sama seperti dihalaman sebelumnya. Aku membacanya dengan seksama, penuh penghayatan. Menuntut otakku untuk terus mengingat lalu disimpan dengan rapih.
Sudah beberapa halaman telah ku baca, buku ini begitu menarik sehingga aku lupa bahwa ini masih sangat malam. Aku menutup buku itu, mengembalikannya ke atas meja belajarku dan kembali pada tempat tidur. Merebahkan diri disana dan tidur sampai besok pagi menjelang.


Aku turun dari lantai dua rumahku, pergi menuju dapur. Ku lihat semuanya sudah berada disana dan satu tambahan orang lagi. Nenek ada disana! Dia sedang duduk manis disamping ibu yang sedang menyiapkan satu helai roti untuk ayah. Aku menghampiri mereka, aku tersenyum  saat mata nenek bertemu dengan mataku. Kami berdua tersenyum.
Aku duduk didepan beliau, bibirku tak henti tersenyum.
“Nenek… kapan sampai?” tanyaku mengawali pembicaraan, ku ambil sehelai roti dan mengoleskannya dengan selai coklat yang berada disamping tempat roti.
Dia tersenyum, “Baru saja. Sekitar 20 menit yang lalu.”
Aku mengangguk , melanjutkan sesi makan rotiku. Ibu kembali berbincang –bincang pada nenek. Hanya sekedar menanyakan keadaan nenek lalu kembali pada permasalahan keluarga yang lain. Aku tidak tertarik dengan pembicaraan itu, makanya aku terus melanjutkan memakan roti yang sudah setengah potong ini.
Sebentar lagi ibu akan berbalik padaku dan memperingatkan jam berapa ini. Aku menghabiskan dengan cepat sebelum ibu berbicara. Setelah habis, kuhabiskan susu putihku yang sudah agak dingin karena ku biarkan tadi beberapa lama. Aku berdiri saat ibu berbalik menghadapku.
“Oh, Joohyun-a, baru saja ibu akan berbicara” kata ibu, wajahnya terlihat agak kaget.
Aku sedikit terkekeh, “Kalau begitu, aku berangkat yah.. “ baru saja aku akan melangkah pergi dari meja makan, nenek sudah memanggilku dan berkata “Seohyun, pulang sekolah nanti kau ada waktu? Temani nenek jalan-jalan ya”
Aku tahu ini bukanlah jalan-jalan biasa, tapi pasti akan membicarakan sesuatu yang penting. Aku mengangguk sebagai jawaban, nenek tersenyum padaku. Lalu aku melangkah pergi keluar rumah.
..
Aku sudah sampai disekolah. Untunglah sudah ramai, aku kira masih sepi. Aku berjalan menyusuri lorong melihat semua orang dengan pikiran-pikirannya. Salah satu dari mereka ada yang memikirkan uang, pelajaran, bermain dan ada juga yang malas untuk sekolah. Itulah pikiran anak-anak SMA disekolah ini. Tapi, aku tak ingin membaca pikiran mereka terlalu berlebihan hanya cukup tahu saja.
Ku menapaki tangga satu demi satu hingga sampai dilantai dua, ku berjalan hingga kelas paling pojok dilantai dua ini.
Aku sampai didepan kelas. Perasaanku tiba-tiba aneh.
Antara masuk dan tidak, masalahnya aku tahu siapa saja yang didalam. Hanya ada beberapa anak dan sebentar lagi mereka akan keluar. Yang berarti hanya tinggal Kyuhyun yang berada didalam. Kejadian kemarin, semakin membuatku takut akan Kyuhyun, tapi juga membuatku semakin penasaran dengannya.
Tanganku perlahan membuka pintu kelas, beberapa anak sudah berada didepan pintu dan ingin keluar. Aku melangkah masuk kedalam kelas, berjalan ke tempat dudukku. Aku duduk , mataku sedikit melirik Kyuhyun. Dia sedang duduk diam.
Mataku sedikit melebar saat Kyuhyun menoleh dengan matanya yang terfokus padaku. Aku berpaling darinya, berusaha untuk tidak melihatnya. Tapi tidak bisa! Aku kembali melihatnya, kami berpandangan. Matanya tajam, bukan mata yang kemarin—mata datar tapi begitu membunuh—ini adalah mata yang tajam.
“Kyuh..hyun.. “ suaraku bergetar, mataku menyuruhnya untuk tidak memandanginya seperti ini. Tatapannya membuatku takut.
Dia tak berbicara. Matanya mengatup sekali, lalu kepalanya kembali pada menghadap papan tulis. Entah ada apa dengannya tadi yang tiba-tiba melihatku seperti itu. Aku bingung akan dirinya, dia seperti menarikku masuk kedalam dunianya tapi dilain sisi dia juga melarangku masuk ke dalam dunianya yang begitu misterius.
Tepat saat aku berbalik, Sunny dan murid-murid yang lain masuk karena bell sudah berbunyi dengan kerasnya tadi. Sunny menghampiriku dengan wajah berserinya, aku tau apa yang ingin dia bicarakan. Tentang Sungmin sunbae dan dirinya. Karena mereka baru saja berbaikan tadi pagi di taman belakang sekolah.
“Seohyun” dia duduk didepanku, menaruh tasnya diatas mejanya. “Aku ingin cerita padamu, bahwa… aku dan Sungmin oppa sudah berbaikan… Aku sudah meminta maaf padanya, dia juga memaafkanku. Ah senangnya…” Dia seakan sedikit berteriak dikalimat terakhirnya, seperti ingin memberitahukan seluruh kelas bahwa dia sedang bahagia kali ini. Sedangkan aku hanya terkekeh melihatnya seperti menandakan bahwa aku juga senang mereka bisa kembali seperti dulu sebelum mereka break sehari.
“Simpan dulu kesenanganmu , karena sebentar lagi guru akan datang” Sunny mengikutiku, tepat sekali saat dia berbalik seorang guru datang dengan buku-buku ditangannya.


Aku dan nenek berjalan-jalan menyusuri jalanan menuju rumahnya. Ya, dia hanya beralasan saja mengajakku jalan-jalan, padahal jalan-jalan menuju rumahnya. Sepanjang perjalanan nenek belum berbicara tentang topiknya tapi hanya berbicara basa-basi saja. Seperti :menanyakan keadaan, bagaimana sekolahmu dan bagaimana teman-temanmu. Hanya itu.
Kami sudah sampai dirumahnya. Saat aku masuk ke dalam rumahnya, sungguh membuatku terpana, rumahnya diubah baru lagi. Tapi tetap dengan sentuhan hijaunya, yang ini lebih menawan lagi. Daun yang menjalar disetiap sudut ruangannya lebih tertata, air terjun mini yang biasanya ditaruh diruang tamu itu sekarang ditaruh didekat dapur dan meja-meja kayunya sekarang tambah mengkilap.
“Kau merombak lagi rumahmu, nek?” tanyaku, mataku menyusuri tiap-tiap sudut rumahnya.
“Ya, aku bosan dengan yang kemarin” jawabnya santai lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan dua cangkir teh untuk kami.
Aku berjalan pelan menuju sofa miliknya dan duduk disana. Mataku masih mengamati rumahnya yang begitu menajubkan. Deru air yang berjatuhan disana, menenangkan hatiku saat ini. Daun-daun hijau itu telah membuat mataku seakan kembali baru.
“Ini dia..” nenek menaruh sebuah nampan yang diatas ada dua cangkir teh untuk kami. “Minumlah..” dia mempersilahkan, aku mengambil secangkir teh hangat itu lalu menyeruputnya sedikit.
“jadi nenek ingin membicarakan apa?” tanyaku, menaruh cangkir itu diatas meja. Aku menghadapnya dan mataku terfokus padanya.
Dia tersenyum, “Apa yang membebani pikiranmu sekarang ini?” dia berkata dengan lembut. Apakah harus jujur? mataku terpaku padanya yang seolah-olah menyuruhku untuk jujur padanya. “Bicaralah, seohyun”
Seperti ada yang tersangkut pada kerongkonganku, hingga aku susah untuk berdeham. Ku palingkan wajahku pada pangkuanku, membiarkan pikiranku yang bekerja untuk memberitahunya. Aku tahu dia sudah membaca pikiranku sebelumnya, jadi aku membiarkan pikiranku dibaca olehnya. Dengan cara menggambar kejadian kemarin-kemarin—kejadian tentang Kyuhyun.
Nenek mengangkat daguku, “Baiklah jika kau tak ingin menjelaskan lewat suaramu” dia tersenyum, seakan ingin menghilangkan rasa takutku untuk membicarakan seorang Kyuhyun.
“Kau tau Seohyun. Dia…anak lelaki itu… dia bukanlah manusia biasa Seohyun. Kau harus menjauhinya, kau harus menahan seluruh tubuhmu untuk tidak terpaku padanya. Jika kau ingin terus memasuki seluruh kehidupannya, kau yang akan sakit sendiri. Jangan lah memaksakan kekuatanmu untuk membaca pikirannya. Ku mohon jauhilah dia secara perlahan, jangan biarkan dia menarikmu sedikit demi sedikit untuk mendekat padanya..” Aku menyerngit, memahami setiap kata demi kata yang nenek keluarkan.
Kyuhyun berbahaya? Tapi dia siapa? Sehingga nenek menyuruhku untuk tidak mendekati Kyuhyun.
“Aku tak bisa menjelaskannya padamu. Ku mohon turuti nenek. Kau akan selamat nantinya” ucap nenek menggelengkan kepalanya , membuatku semakin menyerngit. Membuatku menambah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab olehnya, tapi kenyataannya tidak begitu, nenek tak akan memberitahukan diriku semua jawabannya.



Hahhhh,
Aku tak tenang! Hanya memejamkan matapun tak bisa. Ini semua karena semuanya yang begitu menggantung bagiku. Pertanyaan-pertanyaan yang berada dikepalaku menuntut untuk dijawab, tapi bukan jawaban yang menggantung, tapi jawaban yang pasti.
Ingin melempar jauh semua yang aneh dalam diriku: ingin melempar semua tentang Kyuhyun, ingin melempar semua kekuatan yang aku dapat dan ingin membuang diriku jauh dari sini. Setiap detik, setiap menit, setiap jam dan setiap harinya selalu dibuntuti oleh rasa penasaran, rasa bersalah dan rasa takut. Aku ingin hidup biasa saja!
Ku lemparkan sebuah bantal yang berada disampingku ke sembarang arah, bantal itu mengenai sebuah pigura foto yang sengaja ku pajang di dinding tepat didepan tempat tidurku. Pigura itu jatuh hingga membuat suara pecahan kaca yang tak begitu keras. Aku beranjak berdiri, menghampiri pigura foto yang sudah pecah itu. Aku mengambil sapu yang berada dibalik lemari kecil didekat pintu, lalu kembali lagi pada pecahan kaca pigura itu. Aku menyapunya sampai bersih, setelah itu kupungut fotoku bersama ibuku, membersihkannya dan menaruh foto itu disamping lampu kamarku. Membiarkannya disana.
Aku kembali berbaring ditempat tidur, menerawang langit-langit kamarku. Menghebuskan nafas pelan. Mencoba memejamkan mata untuk kesekian kalinya, berdoa agar aku bisa tidur dengan nyenyak.

—-
Hari sudah sore.
Tapi aku masih ingin disekolah, bukan karena Kyuhyun, tapi karena aku tak ingin pulang ke rumah cepat-cepat. Aku masih ingin disini.
Ku menatap papan tulis dengan tatapan yang kosong. Pikiranku sedang buruk hari ini, tadi malam aku tidak tidur dengan baik, sehingga aku memutuskan untuk tidak tidur sampai sekarang. Dan aku tidak mengantuk sama sekali. Mataku masih tetap segar.
Ku lihat Kyuhyun berjalan ingin keluar kelas, entah ada apa denganku, aku berlari menghampirinya. Menarik tangannya. Ini kedua kalinya aku memegang tangannya yang dilapisi oleh bahan jaket. Aku memandanganya dengan tatapan memohon untuk tidak menyakitiku. Ku lihat tatapannya yang begitu tajam padaku tapi sedikit tersirat bahwa dia sedang lemah sekarang. Seakan tatapan yang ditujukan padaku hanyalah tameng agar aku tak mengganggunya lagi, tapi disisi lain mata tajam itu sedang melemah sekarang..
“Aku mohon kita bicara, tapi kumohon kau yang jawab yang jujur” pintaku, ini seperti desakan. Dia belum menjawab, masih betah menatapku dengan tatapan tajamnya.
“Kyuh..Kyuhyun” panggilku sedikit terbata. “Kau mau kan berbicara denganku? Kali ini saja, dan berbicara dengan jujur” aku kembali memohon.
Dia bukan menjawab melainkan menarik tangannya dari tanganku dan bergerak pergi dari kelas, meninggalkanku ditempat ini sendirian.
Aku hanya bisa menghela nafas berat. Tenggorokanku seakan tercekat. Aku kembali lagi ketempat dudukku, mengambil tas sekolahku yang tadi tergeletak di atas meja dan kembali memutar dan pergi dari kelas.
Koridor saat ini benar-benar sepi, langit yang sebentar lagi akan berganti warna membuat lorong-lorong ini juga begitu. Membuat seperjalananku menuju tangga menjadi menyeramkan, membuat tangga seakan jauh dari mata. Aku sedikit berjalan cepat untuk mencapai tangga.
Saat aku sudah menyampai tangga, aku disuguhi pemandangan yang sangat mengejutkan. Kyuhyun berada disana, tergeletak disana. Dengan sangat terburu-buru aku menghampirinya, berusaha menopang tubuhnya ke tempat yang lebih layak. Dia tak begitu berat dan juga begitu enteng. Aku menundukkannya di tempat duduk dekat dengan kelas 2-1—kelas yang dekat saat ini.
Ku dongakkan wajah Kyuhyun, membuka tudungnya agar bisa melihat jelas dirinya. Dia tidak benar-benar pingsan, tapi seperti orang yang sedang dehidrasi. Saat ku sentuh keningnya, aku langsung menarik tanganku kembali. Kulitnya dingin. Apakah dia memakai sering memakai jacket karena dia sedang sakit? Tapi mengapa setiap hari?
Dia berusaha membuka matanya perlahan, tapi tertutup lagi. Dia memang seperti orang yang seperti dehidrasi, kehausan.
Aku mengingat bahwa aku mempunyai air botol mineral dalam tasku. Dengan cepat aku mengambilnya dan memberikannya pada Kyuhyun. Tapi Kyuhyun menolaknya, dia tak ingin minum. …Ada apa dengannya?
“Ada apa denganmu?” aku bertanya, gelisah mendapatinya seperti ini.
Dia tak menjawab sedikit pun, membuatku semakin khawatir. Matanya yang berusaha terbuka  dan tubuhnya yang ingin segera berdiri dari sini, membuatku tak ingin membiarkannya pergi begitu saja dengan keadaan yang seperti ini. Ingin sekali menggenggam tangannya, tapi perasaan takut itu kembali datang dan membuatku ragu untuk menyentuhnya sekali lagi. Aku hanya bisa melihatnya yang sedang berjuang sendirian, tak bisa membantu apapun karena Kyuhyun tak ingin disentuh juga. Padahal Kyuhyun yang sedang dilanda kesakitan, tapi tanganku yang bergetar. Saat ini kami berjarak sangat dekat, tapi aku buru-buru menjauh, membiarkannya dia sendiri. Padahal dia yang sedang kesakitan, tapi malah aku yang bergetar tak tenang.
Dan … Perasaanku mengatakan bahwa aku harus segera pergi dari sini.
Tanpa kuduga, kakiku perlahan berjalan menjauh dan menjauh dari Kyuhyun. Membiarkannya disana, sendirian melawan kesakitan yang begitu dahsyat yang berada didalam dirinya.
Seperti ada yang menggerakiku untuk pergi dari sini.


Hari ini. Tampaknya hariku begitu sepi, karena seseorang yang berada dipojok sana tidak masuk hari ini. Tak ada yang tau, kemana perginya pria itu?
Aku kembali memandangi papan tulis. Tapi aku tak bisa, pasti aku kembali lagi menatap tempat duduk kosong itu lagi. Membayangkan sosoknya sedang duduk disana dengan kemisteriusannya.
Ah tidak-tidak. Aku  yakin dia sedang baik-baik saja sekarang! mengingat dia selalu bugar setiap hari, pasti dia tak masuk karena sebuah acara keluarga yang tidak bisa ditinggal. Tapi setelah mengingat kejadian kemarin, perasaanku kembali tak enak. Kemarin aku meninggalkannya sendirian dikelas 2-1 sana. Dan sampai saat ini aku tak tau bagaimana keadaannya yang sekarang atau mungkin dia tak masuk karena ke dokter. Ya mungkin.
Ada sedikit kelegaan, membuang sedikit perasaan yang tidak baik. Tapi masih ada perasaan takut dengan keadaan dia sekarang. Perasaan menyesal sekarang datang kepadaku. Menyesal saat aku harus meninggalkannya sendirian yang sampai saat ini tak diketahui keadaannya.
Menghilangnya dia bagaikan surge kembali dikelas ini. Bangku yang kosong itu sebagai anugrah yang tiada duanya. Karena sepertinya kelas ini seperti beraura lagi, seperti ada semangat lagi. Tapi apa hubungannya dengan kepergiannya? Kyuhyun seperti setan yang membuat kelas ini selalu berhawa panas. Siapa sebenarnya Kyuhyun?



“Sudah kubilang, jangan pernah dekati dia. Joohyun!” suara lembut nan tegas milik nenek menggema ditelingaku. Dia berada jauh didapur, sedangkan aku sedang berada diruang tamunya.
Aku hanya bisa terdiam, aku ingin menurutinya, disisi lain… aku tak bisa jika harus menjauhi Kyuhyun.
Nenek menghamiriku dengan dua cangkir the ditangannya, lalu dia duduk disampingku, tangannya membelai rambutku tanda bahwa aku harus mengerti perkataannya. Tapi aku malah menggeleng lemah, untuk menjawab bahwa aku tidak bisa menuruti perintahnya yang tanpa alasan seperti itu.
“Sudah kubilang padamu, bahwa aku tak bisa menjelaskan semuanya”
Aku hanya diam dan kembali tertunduk, tak ingin menatap mata nenek yang sayu itu. Membuatku mengurungkan niatku untuk tidak patuh padanya.
“Turuti aku” tangan halusnya, menyentuh daguku untuk lebih naik dan bisa menatapnya. Seandainya aku bisa membaca pikirannya, seandainya aku bisa memasuki seluruh pikiran Kyuhyun dan seandainya aku bisa melihat apa yang dilakukan Kyuhyun sekarang!
“Aku akan menurutimu, kalau kau memberitahuku, siapa Kyuhyun” aku sedikit meminta untuk pertanyaan yang ini, karena aku benar-benar ingin tahu siapa Kyuhyun.
Nenek terdiam, badannya sedikit mundur, dia seperti kaget melihatku. Aku tak tau ada apa dengannya yang tiba-tiba begitu menjauh denganku. Aku tak ingin mendekatinya, karena wajahnya begitu shock saat ini.
Dahiku mengkerut saat mulutnya yang begitu susah untuk berbicara, “K-kumohon… Kalau mengatakannya padamu, ku yakin … kau malah ingin mendekatinya. Bukan menjauhinya”
Aku semakin bingung akan perkataanya. Apa maksudnya?[]
To Be Continue
eotthe? Apa pendapat kalian? apakah kalian menjadi bosan? atau semakin penasaran? atau cerita ini gampang ditebak? Tolong berikan komentar kalian yah^^ KAMSAHAMNIDA !!!!!!!! *bow

Tidak ada komentar:

Posting Komentar